A Love Letter

Mendengarkan kata surat cinta langsung terlintas dalam pikiran saya bahwa saya pernah mempunyai beberapa kenangan manis dengan hal yang berhubungan menggunakan beberapa lembar kertas yang ditulis secara bahagia kemudian di bungkus dengan sebuah amplop manis, dan siap dikirimkan kepada seseorang untuk dibaca.

Surat cinta, sama halnya dengan kehidupan manusia. Baris halaman kosong itu akan terisi dengan tinta yang kita perbuat selama kita hidup di dunia ini. Apabila sudah penuh, maka akan diakhiri dengan di balutnya menggunakan amplop dan kemudian dikirim kepada seseorang disana. Sang pemilik kehidupan yang kekal. Apakah amplop tersebut akan menjadi manis, atau amplop tersebut hanya berupa hambar.

Pernah menuliskan surat cinta? Tidak dalam bentuk elektronik, tetapi masih alami menggunakan pena dan disitu akan tercetak tulisan tangan kita seperti apa. Apakah tulisan kita rapih dan bisa dibaca atau tidak, atau mungkin dari tulisan tangan seseorang tersebut bisa digambarkan seperti apa ciri-ciri dari orang tersebut.

Saya sendiri sering menulis surat cinta disaat jarak memisahkan saya dengan orang yang menjadi separuh hidup saya. Mama dan Bapak saya ada di Jakarta, dan saya berada di Klaten. Betapa riangnya hati saya ketika ada surat yang singgah di alamat rumah saya di Klaten. Saya membukanya penuh rasa deg-degan, dan bisa-bisa saya menangis. Karena dahulu berkomunikasi dengan mereka menggunakan telephone adalah hal yang sulit dilakukan.

Salah satu cara mengirim dan menerima kabar adalah dari surat cinta tersebut. Walaupun isinya hanya sekedar ucapan ulang tahun dari Mama dan Bapak saya, ataupun ucapan atas kelulusan saya menuntut ilmu di Klaten.

Selain dengan Mama dan Bapak, saya juga sering menuliskan surat cinta ke teman-teman saya yang ada di Klaten tetapi beda sekolah. Saya senang menuliskan surat-surat yang kemudian dikirimkan ke mereka. Saling bercerita tentang sekolah masing-masing, kegiatan, prestasi, dan yang paling menyenangkan adalah ketika ada acara bareng yang kemudian ketemuan semuanya. Kalau bahasa sekarang disebutnya : Kopdar.

Setiap saya mendapatkan kiriman uang dari Mama dan Bapak di Jakarta, saya selalu menyempatkan diri untuk mampir ke toko stationary yang ada di Klaten untuk membeli beberapa lembar kertas surat cinta beserta amplopnya. Saya rela menyisihkan beberapa uang jajan saya untuk membelinya. Karena menurut saya beberapa surat cinta yang ada bisa menjadi kenang-kenangan suatu saat nanti saya membuka box dari surat-surat tersebut. Dan saya suka dengan kegiatan seperti ini.

Sampai akhirnya saya dipindahkan ke Jakarta dan kemudian kegiatan saya bersurat cintaan dengan teman-teman dan Mama juga berakhir. Saya tidak diperbolehkan menulis surat lagi karena Bapak mengira saya menuliskan surat untuk pria. Dan bapak saya masih melarang keras saya memiliki hubungan pacaran selama saya kuliah. Padahal berkali-kali sudah saya jelaskan saya menulis surat untuk teman-teman saya, tetapi beliau tidak menggubrisnya. Lantas saya sudahkan saja kegiatan tersebut.

Sampai akhirnya teknologi terus berkembang. Dan surat-menyurat menjadi hal yang tidak utama lagi. Selain waktunya lama, juga biayanya bisa berkali lipatnya dengan telephone. Dalam arti, komunikasi via handphone menjadi lebih praktis dan efisien untuk dilakukan.

Terakhir saya membeli kertas dan amplop surat itu di tahun 2007, itupun saya menggunakannya untuk berkomunikasi dengan teman kampus saya yang rumahnya di grogol. Hanya dari Grogol-Kalideres, tetapi kami mempunyai hobby yang sama yaitu menulis surat.

Dan, masih tersisa beberapa lembar kertas dan amplop yang belum saya tuliskan. Karena akhirnya kami tidak bisa melanjutkan kebiasaan tersebut karena kesibukan yang memaksa kami untuk melepaskan kegiatan tersebut. Sampailah saya kangen menulisnya untuk kekasih saya. Walaupun isinya hanya embel-embel, apa kabar? I miss you.. atau kalimat menye-menye lainnya. Tetapi dia masih menyimpan semuanya dari renta waktu 2008-2012. Terima kasih untuk kesadaran menyimpan tulisan-tulisan tersebut. 😉

Well, apakah teman-teman disini suka menulis surat? Apakah ingin memulainya menuliskan surat dan di pos ke alamat saya? Silahkan, mari kita menulis surat kembali, memutar detail kenangan disaat teknologi tidak secanggih saat ini.

Pertanyaannya : apakah ada yang mau ribet akan hal seperti menulis surat dengan tulisan tangan?

Salam Semanis Gulali 😉

5 komentar di “A Love Letter

      • iyah tuh, eh biasanya pinanganya di terima sama perusahaan tapi cuma sesaat, udah setahun eeeh di putusin deh, yah terpaksa kirim kiriman surat cinta lagi buat perusahaan yang laen .kaya yang terjadi sekarang ini..hehe

        bisa lewat email, tapi kebanyakan minta langsung kirim ke po box xxxx gitu, makanya labih sering nulis surat cinta ke perusahaan lewat pos

  1. “Sampailah saya kangen menulisnya untuk kekasih saya. Walaupun isinya hanya embel-embel, apa kabar? I miss you.. atau kalimat menye-menye lainnya.”

    menye-menye tapi harumnya kayak kembang setaman ya nduk? 🙂

Tinggalkan komentar