Berhentilah Menyiksaku

Langit seperti bermuram durja, ia melihatkan betapa gelap aura yang dihasilkan pagi ini. Pagi yang mencekam, angin berkejar-kejaran dan menggulung asa hari ini. Inginku, sudahi saja semua yang aku rasakan selama ini. Inginku, berlari dan menemukan diriku tersenyum lepas di luar sana, dan bercengkerama dengan ibu serta beberapa keluargaku.

Aku hanyalah seorang penari. Hanya penari, bukan seorang yang memiliki badan yang menggiurkan. Aku hanya menari melenggak-lenggokan tubuhku ini untuk menghibur beberapa mata yang memandang girang ke tubuh dan wajahku. Aku hanya menari untuk memuaskan majikanku dan dunia luar sana.

Semesta, bolehkah aku mencurahkan isi hatiku? Semesta, masih bisakah aku berkeluh kesah padamu? dan Semesta masih berhakkah aku memohon kebahagiaan padamu?

Jika boleh, aku ingin memulai mencurahkan isi hatiku. Semesta, sungguh pedih rasanya kehidupan yang aku jalani. Aku harus menahan sakit karena cambukan yang senantiasa dilayangkan ke tubuh mungilku ini. Inginku menangis, inginku berteriak, inginku memohon untuk disudahi. Namun apa daya, aku hanya seorang yang lemah tanpa kekuatan dan daya.

Jika aku tidak bisa memahami keinginan majikanku, aku akan disiksa tiada ampun. Tanganku diikat kebelakang, leherku di cekik, dan aku meraung-raung kesakitan. Bukannya melepasku, tetapi majikanku semakin senang melihat eranganku yang kesakitan ini. Majikanku selalu saja berlaku kasar kepadaku. Mereka menyiksaku dengan tujuan agar aku semakin pintar untuk meraup pundi-pundi rupiah yang ada dari setiap mata jalang yang memandangku dengan girang! Sialan, aku seperti barang tidak ada harganya untuk mereka.

Dan apabila dalam sehari aku bisa mendapatkan uang lebih dari biasanya, majikanku tidak pernah memberikanku makanan enak ataupun memanjakanku dengan memandikanku dan mendadaniku supaya lebih cantik lagi. Mereka akan sibuk dengan uang itu entah untuk membeli makanan enak untuknya dan keluarganya ataupun untuk kepuasan mereka sendiri. Mereka memang makhluk Tuhan yang tidak berperasaan. Mereka semua keji.

Semesta, izinkan aku berkeluh kesah padamu. Masih bisakah aku merasakan dunia yang sebagian orang bilang indah ini? Masih bisakah aku memiliki pasangan dan mempunyai keluarga yang membuat hidupku lebih bahagia daripada hari ini? Masih bisakah aku merasakan udara bebas dengan dedaunan hijau disepanjang mataku memandang? Masih bisakah aku memohon untuk tubuhku tidak menjadi bahan disiksa dan menjadi bahan hiburan mata-mata jalang itu? Masih bisakah aku merasakan bahwa dunia ini memang indah?

Semesta, jika saja aku bisa memohon padamu. Jangan kau anggap aku hanya sebagai binatang yang bisa saja dimiliki atau disiksa oleh siapapun. Semesta, samakan aku dengan manusia yang bisa merasakan bagianmu yang indah tanpa siksaan dan cambukan. Semesta, apabila kehidupanku hanya menjadi seorang penari yang penuh cambukan, bisakah aku memohon kau sudahi saja nafas kehidupanku ini? Aku lelah untuk menanggung beban hidup ini. Seakan tidak ada keadilan dari yang kau tawarkan padaku dan beberapa temanku yang lainnya. Dan kehidupan ini memang tidak adil adanya untukku.

Sudah waktunya aku untuk kembali menari, dan merasakan panas serta cambukan untuk hari ini. Seperti angin yang mudah berlalu, seperti itulah curahan hatiku kepada sang Semesta. Ia tetap saja tidak peduli atau menjawab pintaku. Ahh… adakah yang bisa menolongku dan membebaskanku? Masih adakah diantara Makhluk-Makhluk ciptaan Tuhan yang peduli denganku?

Gambar saya ambil dari sini

**Tulisan ini saya buat untuk mengingatkan kembali bahwa satwa bernama monyet, bukanlah benda mati yang gampang saja orang-orang itu mencambuknya dan menjadikan mata pencaharian mereka.

**Sabtu kemarin saya menonton acara Reportase yang menayangkan betapa kejinya para orang-orang itu menghukum serta menyiksa monyet tersebut. Dan entah kenapa saya mendadak meneteskan air mata. Entahlah, saya melihat muka-muka monyet itu mereka seakan memberitahu saya betapa sakitnya dan lelahnya hidup mereka.

**Semoga saja, ada yang tergugah untuk menuliskan atau mengajak siapapun juga untuk memberhentikan penyiksaan satwa ini. Mereka berhak hidup, mereka berhak juga bergelantungan di hutan-hutan. Tolong jangan jual mereka, jangan siksa mereka. Cukupkan saja. 😦

dan saya pernah menuliskan prosa pendek tentang sang penari ini disini

Salam manis,

5 komentar di “Berhentilah Menyiksaku

  1. Nice mba,
    tapi ada yang janggal,
    “Aku hanyalah seorang penari” “aku hanya seorang yang lemah tanpa kekuatan dan daya”

    :-s kenapa pake frase seorang? monyet =/ orang 😉

Tinggalkan komentar